Makalah: MEMBUMIKAN AKHLAK ISLAM
MEMBUMIKAN AKHLAK ISLAM
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA
Kelompok 4
Dosen : Junaidi Idrus, S.Ag., M.Hum
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH :
1.
Satrio Bayu Kurniansyah 13.01.3187
2.
Bhima Yuga 13.01.3193
3.
Iwan Susanto 13.01.3198
4.
Lucky Permata Aryaning 13.01.3209
5.
Muhammad Idham Lubis 13.01.3211
6.
Edo Kurniawan 13.01.3220
7.
Wahid Walidan Eryanto 13.01.3226
13-D3-TI-01
PENDAHULUAN
Akhlak, sebuah hal yang menjadi tolok
ukur seseorang disebut sebagai orang yang baik atau orang yang tidak baik.
Akhlak menajdi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan manusia terutama
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Yang mana nantinya juga akan merambah ke
semua aspek kehidupan manusia. Tanpa memiliki Akhlak yang baik tidak mungkin
seseorang dapat menemukan kebahagiaan dalam hidup. Semua hal akan menjadi kacau
balau karena dengan memiliki akhlak yang tidak baik maka semua hal yang
dilakukan tidak akan mendapat ridho Allah SWT. Sesuatu yang dimulai dengan baik
akan berakhir baik, sesuatu yang dimulai dengan buruk akan berakhir dengan
buruk pula.
Secara
bahasa ilmu akhlak merupakan segala macam ilmu yang ada kaitanya dengan akhlak.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang sepatutnya diperbuat sebagian orang kepada lainnyadalam pergaulan,
menjelaskan sepatutnya dituju manusia dan menunjukkan jalan apa yang selayaknya
diperbuat
Islam sebagai sebuah agama juga mengajarkan tentang pentingnya
memiliki akhlak yang baik atau yang disebut sebagai “Akhlakul Karimah”. Juga
mengajarkan tentang bahaya – bahaya
bagi orang yang mempunyai akhlak yang
buruk atau yang disebut dengan “Alhlakul
Mazmumah”. Sebenarnya secara umum semua
agama pastilah mengajarkan kepada
pemeluknya untuk mempunyai akhlak yang
baik dan berlaku baik kepada siapapun, dimapun, kapanpun dan bagaimanapun.
PENGERTIAN
AKHLAK DAN ILMU AKHLAK
A.PENGANTAR
Akhlak
dan ilmu akhlak merupakan kajian klasik dalam pemikiran keislaman.
Keberadaannya tidak muncul begitu saja tetapi sudah mengejawantah dalam ranah
kehidupan manusia. Sebagai sebuah ilmu, akhlak mencoba mencari dan menelusuri
makna kebaikan, kebenaran, keikhlasan, kejujuran dan keadilan dalam ranah
perbuatan manusia.
B. PENGERTIAN AKHLAK
Dalam Al‐Qur’an Surah Al‐Qalam ayat 4 Allah bersabda : “Sesungguhnya Engkau (Muhammad SAW)
berbudi pekerti yang agung”. Ada juga haidst yang berbunyi, “Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Dalam hadits ini
Rasulullah SAW memposisikan dan menempatkan penyempurnaan akhlak
yang mulia sebagai salah satu visi dan misi fundamental dalam risalah ajaran
Islam. Artinya, secara komprehensif keseluruhan ajaran Islam akhlak menempati
kedudukan sentral, istimewa dan sangat penting. Inilah yang termaktub dalam
hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Baihaqi.
Dalam sabda lain, Rasulullah SAW menegaskan bahwa “yang paling
banyak memasukkan manusia ke dalam surga ialah taqwa kepada Allah SWT dan
keluhuran akhlak”.
Selanjutnya “tidak ada sesuatu apapun yang lebih berat
timbangannya daripada keluhuran akhlak”.
Akhlak secara etimologi mengandung beberapa arti yaitu adat,
kebiasaan, tabi’at, perangai dan agama. Sedangkan bentuk jamaknya akhlak adalah
khuluq. Berakar dari kata khalaqa(menciptakan). Kemudian serumpun dengan kata
khaliq(Pencipta), makhluk(yang diciptakan) dan khalq(penciptaan). Dalam KBBI,
kata akhlak diterjemahkan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam bentuk
jamak akhlak diartikan sebagai daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan
dengan mudah dan spontan tanpa melalui proses pemikiran dalam melahirkan
tindakan.
Dalam pemikiran Islam, akhlak pada hakikatnya adalah cerminan
dalam jiwa manusia sebagai dorongan keimanan dan keyakinannya dalam melahirkan
suatu perbuatan.
Dengan demikian secara substansi akhlak sudah melekat dalam diri
manusia yang diwujudkannya dalam etik perbuatan antar sesama manusia, hewan,
dan Tuhannya. Maka, standarisasi dari kebenaran akhlak itu diukur sejauh mana
perbuatan itu berbanding sejajar dengan dasar‐dasar agama dan akal manusia
yang notabene kita sebut sebagai akhlak baik (akhlakul karimah) dan berbanding
terbalik dengan nilai‐nilai agama dan akal jika akhlak yang dilahirkan dan diwujudkan
menciderai makna akhlak itu sendiri yang kita sebut sebagai akhlak buruk
(akhlakul mazmumah). Oleh karena itu, baik dan buruknya suatu perbuatan yang
dilakukan manusia berdasar kepada sumber perbuatan yang dilakukan manusia berdasar
kepada sumber nilai yaitu Al‐Qur’an, sunnah, Rasulullah SAW dan manusia sebagai pemberi nilai.
Dalam pengertian etimologi ini dapat dipahami bahwa ketika sebuah
masyarakat mulai mempersoalkan baik dan buruknya tingkah laku, maka
penyimpangan moral dan akhlak akan semakin transparatif. Kita telah menyaksikan
sejak jatuhnya era Orde Baru hingga era reformasi bergulir di Indonesia
misalnya digegerkan persoalan penyimpangan moral, akhlak di berbagai lini
kehidupan berbangsa bernegara dan bagaimana seharusnya bersikap dalam
menegakkan kebaikan dan kebenaran dalam tataran kehidupan nyata.
Begitu juga perjuangan para rasul Tuhan menjadi misi abadi untuk
tegaknya moralitas umat dalam konsepnya yang lebih sempurna.
Ada beberapa sedikit perbedaan penekanan berkenan dengan
pengertian dan pemahaman akhlak dari perspektif para ahli ilmu sebagai berikut
:
Pertama, Ibnu Muskawaih, mendefinisikan akhlak sebagai berikut : akhlak
adalah keadaan jiwa seseorang yang mengajaknya untuk melakukan perbuatan ‐ perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pemikiran (akal) terlebih dahulu.
Kedua, Imam Al‐Ghazali. Bagi Al‐Ghazali dalam memahami akhlak agak berbeda dengan Ibnu Maskawaih,
akhlak adalah kebiasaan jiwa yang tetap yang terdapat dalam diri manusia yang
dengan mudah dan tidak perlu berpikir lebih dahulu untuk menimbulkan suatu perbuatan.
Ketiga, Ahmad Amin sebagaimana di tulis dalam karyanya “Kitab
Akhlak” menyebutkan bahwa akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa
bila kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itulah yang disebut
dengan akhlak. Secara terminologis(istilah) ada beberapa definisi tentang
akhlak. Sebagaimana yang dikemukakan berikut ini :
Dalam asumsi Ibrahim Anis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya lahirlah berbagai macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran atau pun pertimbangan. Sedangkan bagi Abdul Karim Zaidan,
akhal adalah nilainilai dan sifat‐sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya
baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukannya atau meninggalkannya.
Secara sederhana beberapa definisi baik secara bahasa atau pun
istilah mengindikasikan kepada kita bahwa lahirnya perbuatan akhlak bukan atas
dasar dorongan “orang lain” tetapi lebih kepada dorongan “diri sendiri”.
Artinya, berbuat baik secara universal tidak membutuhkan kekuatan dari luar
tetapi harus bersumber dari jiwa masing - masing manusia untuk mencapai ridho
Allah SWT.
Sebagai contoh dapat kita ilustrasikan dalam contoh berikut ini.
Bila seorang guru atau dosen dalam mengajar hanya mengharapkan hadiah atau
pujian dari pihak intuisinya, setelah ada tim penilaian, maka perbuatan
mengajar itu bukanlah perbuatan profesional dan loyalitas yang tinggi secara
akademik. Karena dorongan mengajar itu bukan datang dari dalam jiwanya
melainkan atas dasar ada imbalan yang di dapat jika berprestasi.
Oleh karena itu, perbuatan
atau akhlak itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak
memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Jika kita
melirik dalam konteks pemahaman Al‐Qur’an, maka ada sedikit
titik perbedaan yang sangat mendasar dalam memahami akhlak sebagai tataran
pemikiran perilaku manusia. Akhlak sebagaimana tercantum dalam Al‐Qur’an
adalah pujian kepada Nabi Muhammad SAW bahwa beliau “berada pada khuluq yang
agung”. Maka teladan akhlak mulia itu, sebagaimana umat Islam sepenuhnya
menyadari bahwa Al‐Qur’an memang menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang baik
bagi kita berkenaan dengan akhlak mulia yang berasaskan kesadaran akan
kehadiran Allah SWT dalam hidup dengan senantiasa berharap kepada‐Nya
dan kepada kebahagiaan di hari kemudian. Sehingga dalam tataran selanjutnya Al‐Qur’an
juga menyebutkan bahwa keteladanan yang baik serupa itu juga tersedia bagi umat
manusia secara universal.
Makna kebahasaan akhlak atau khuluq sudah mengisyaratkan kepada
suatu bentuk pengertian yang mendasar, yang satu akar kata dengan
“khalq”(penciptaan), “khaliq”(pencipta), dan “makhluk”(ciptaan). Oleh karena
itu, istilah akhlak atau khuluq mengacu kepada pandangan dasar Islam bahwa
manusia diciptakan dalam kebaikan, kesucian, kemuliaan, sebagai sebaik‐baik
ciptaan‐Nya. Artinya, manusia mau tidak mau harus konsekwen memelihara
nilai‐nilai mulia tersebut dengan penuh beriman kepada‐Nya
secara vertikal dan secara horizontal berbuat baik kepada sesama manusia. Jika
hukum “kausalitas” ini dilanggar maka dampaknya adalah manusia akan jatuh dan
hina dalam pandangan Allah SWT menjadi serendah‐rendahnya makhluk.
Dengan demikian, berakhlak mulia adalah tindakan memenuhi
kemestian kemanusiaan primordial yang suci, karena itu bersifat alamiah dan
wajar. Memberikan rasa tenteram, aman sentosa sebagai unsur‐unsur
kebahagiaan.
C. PENGERTIAN ILMU AKHLAK
Secara
bahasa ilmu akhlak merupakan segala macam ilmu yang ada kaitanya dengan akhlak.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang sepatutnya diperbuat sebagian orang kepada lainnyadalam pergaulan,
menjelaskan sepatutnya dituju manusia dan menunjukkan jalan apa yang selayaknya
diperbuat.
Menurut Ahmad amin ilmu akhlak adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,menerangkan
apa yang sepatutnya diperbuat sebagian orang kepada lainnyadalam pergaulan,
menjelaskan tujuan yang sepatutnya yang di tuju manusia danmenunjukkan jalan apa yang selakyaknya diperbuat.
Dalam
perkembanggannya, ilmu akhlak lazim juga disebut sebagai filsafat akhlak atau filsafat
etika. Etika sendiri dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis
tentang tingkah laku manusia. Sejauh berkaitan dengan norma. Artinya, etika merupakan
refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma‐norma atau dari sudut baik dan
buruk. Tetapi tidak setiap refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah
laku manusia dikatakan suatu etika
Dalam konteks filsafat Yunani kuno etika sudah terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika
adalah ilmu, namun sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu empiris.
Untuk memahami “makna” ilmu empiris ini dapat kita contohkan dengan perilaku korupsi.
Artinya, etika tidak akan membatasi diri dengan menyororti korupsi sebagai
suatu gejala faktual. Etika menyibukkan diri dengan segi normatif atau
evaluatif. Misalnya etika mempertanyakan apakah korupsi dapat dibenarkan atau
tidak? Bagaimana argumentasi mereka yang mendukung dan argumentasi mereka yang
menolak korupsi? Apakah argument – argumen mereka bisa dipertahankan. Tentu
saja, penelusuran etika harus menyelidiki terlebih dahulu apa yang sebenarnya
yang dimaksud dengan korupsi itu.
ASAL USUL ISTILAH
A.
ETIKA
Secara filosofis ,etika adalah bagian dari kajian filsafat
.sebagai ilmu etika mencarikebenaran dan
sebagai koteks filsafat.etika mencari kebenaran yang sedalam-dalamnya
atau sampai kepada akar suatu permasalahan kemanusiaan . Sedangkan etika mencari standarisasi baik dan buruk tingkah
laku manusia.
Dalam persfektif psikologi, manusia
terdiri dari tiga unsur penting yaitu, Id, Ego, dan Superego, sedangkan dalam
pandangan Islam ketiganya sering dipadankan dengan nafs amarah, nafs
lawwamah, dan nafs mutmaninah. Ketiganya merupakan unsur hidup yang
ada dalam manusia yang akn tumbuh berkembang seiring perjalanan dan pengalaman
hidup manusia. Diantara pemberiaan edukasi etika kepada anak diarahkan kepada
beberapa hal di bawah ini:
1.
Pembiasaan kepada hal-hal yang baik dengan contoh dan perilaku orang tua dan
tidak banyak menggunakan bahasa verbal dalam mecari kebenaran dan sudah barang
tentu sangat tergantung pada sisi historisitas seseorang dalam hidup dan
kehidupan.
2.
Bila anak sudah mampu memahami dengan suatu kebiasaan, maka dapat diberikan
arahan lanjut dengan memberikan penjelasan apa dan mengapa dan yang berkaitan
dengan hokum kausalitas (sebab akibat) Pada masa dewasa, anak juga tidak
dilepas begtu saja, peran orang tua sebagai pengingat dan pengarah tidak harus
putus, tanpa harus ada kesan otoriter, bahkan mengajak anak untuk diskusi
tentang pemahaman keberagamaan.
3.
Pada masa dewasa, anak juga tidak dilepas begtu saja, peran orang tua sebagai
pengingat dan pengarah tidak harus putus, tanpa harus ada kesan otoriter,
bahkan mengajak anak untuk diskusi tentang pemahaman keberagamaan.Pembiasaan
kepada hal-hal yang baik dengan contoh dan perilaku orang tua dan tidak banyak
menggunakan bahasa verbal dalam menyampaikan baik dan buruk sesuatu, manfaat
dan mudharatnya, sesat dan tidaknya.
Secara filosofis, etika adalah bagian
dari kajian filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari kebenaran dan sebagai konteks
filsafat, etika mencari kebenaran yang sedalam‐dalamnya
atau sampai kepada akar suatu persoalan kemanusiaan. Sedangkan etika dalam
bentuk tugas tertentu, etika mencari standarisasi baik dan buruk tingkah laku
manusia. Dengan demikian, ada orang yang berasumsi bahwa etika juga disebut
sebagai filsafat kesusilaan.
Pertanyaan
kita adalah, mengapa ada etika, apa yang di cari oleh etika kalau sudah ada
“institusi” agama yang menjelaskan kepada manusia?. Tujuan pertama dan utama
dari etika bukanlah untuk memberi pedoman melainkan untuk tahu. Etika mencari
dengan kemungkinan untuk keliru, dan jika keliru akan dicari lagi sampai
menemukan kebenaran. Dasar tidak tahu, bukanlah merupakan nilai skeptis, tetapi
suatu “keyakinan”, supaya jangan sampai ia mengatakan sebelumnya, bahwa ia
telah tahu, tetapi sebenarnya belum tahu. Manusia dapat tahu, daripada itu
mencari kepuasan dalam tahu.
Oleh
karena itu, etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai
suatu masyarakat tertentu. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih
bersifat teoritis dan secara khusus etika bersifat umum.
B.HATI NURANI
Ini
merupakan perasaan moral dalam manusia, yang dengannya dia memutuskan mana yang
baik dan jahat, dan mana yang menyetujui atau menyalahkan perbuatannya.
Seseorang terikat untuk menaati hati nurani dalam semua perbuatannya.
Hati nurani
berkait erat dengan kenyataan bahwa manusia memunyai kesadaran. Hanya manusia
yang memunyai kesadaran. Hewan tidak. Kesadaran berarti kesanggupan mengenal
diri sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Manusia bukan hanya
melihat pohon di kejauhan sana, melainkan menyadari bahwa dialah yang
melihatnya. Dalam diri manusia terjadi semacam penggandaan: ia bisa kembali
kepada dirinya sendiri. Manusia bisa menjadi subjek yang mengamati juga sebagai
objek yang diamati.
Kesadaran
diambil dari kata Latin scire (mengetahui) dan awalan con (turut, bersama
dengan). Conscientia berarti turut mengetahui. Kata ini dipakai untuk
menunjukkan hati nurani. Dalam diri manusia, seolah-olah ada instansi yang
menilai dari segi moral perbuatan-perbuatan yang dilakukannya, memberikan
pujian dan sanksi.
Sedangkan
hati nurani bersifat subyektif adalah melalui perasaan, kehendak dan rasio.
Artinya ia merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Bahkan tidak satu
orang pun untuk campur tangan dalam keputusan hati nurani seseorang. Artinya,
tidak akan mungkin rasional jika seseorang dipaksa untuk berbuat yang
bertentangan dengan hati nuraninya.
C.MORAL
Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Berasal dari
bahasa Latin, “mos”(tunggal) dan “mores”(jamak). Secara harfiah artinya sama
dengan etika yaitu adat kebiasaan. Kesamaan pengertian etimologi ini mengindikasikan
substansi yang kuat terhadap perilaku manusia. Hanya saja, sudut pandang bahasa
asalnya berbeda, etika berasal dari bahasa Yunani kuno sedangkan moral berasal
dari bahasa Latin. Moral selalu dihubungkan dengan ajaran baik buruk yang
diterima suatu masyarakat. Oleh karena itu, adat istiadat masyarakat menjadi
standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan Moral adalah yang
mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis atau yang menyangkut
kehormatan tiap pribadi.
Selain kata moral, kita juga mengenal kata “moralitas”. Secara
harfiah artinya hampir sama dengan moral tetapi moralitas lebih terkesan
abstrak. Misalnya, kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan manusia,
artinya, segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan ilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Jika
kita analisa lebih mendalam moral sesungguhny lebih bersifat praktis dan
khusus.
• Moral dan Agama
Mengapa ajaran moral dalam suatu agama sangat penting? Agaknya,
inilah pertanyaan sangat penting untuk kita kemukakan. Setidaknya ada beberapa
alasan untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama, agama mempunyai hubungan yang
erat dengan moral. Misalnya “mengapa kita tidak boleh melakukan perbuatan ini
atau itu jangan dilakukan”, jawaban yang sering kita dapatkan adalah “agama
melarangnya”, “itu melawan hukum Tuhan”.
Kedua, agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi tuntutan
bagi penganutnya. Hampir bisa kita pastikan bahwa setiap agama mengandung ajaran
moral meskipun ada perbedaan yang mendasar, tetapi jika kita lihat seccara
komprehensif perbedaan itu tidaklah terlalu substantif.
Menurut Kees Berten pembicaraan tentang moral bukan “hak milik”
atau monopoli orang yang beragama an sich. Artinya, konsep “baik” maupun
“buruk” itu bukanlah mempunyai arti untuk orang yang beragama saja. Di sini
Berten mengatakan lebih jauh bahwa dewasa ini tidak sedikit orang menganut
suatu etika humanistis dan sekular, tanpa harus “berurusan” dengan agama
sekalipun. Etika humanistis dan secular tidak lagi mengikutsertakan acuan
keagamaan.
• Moral dan Supremasi Hukum
Immanuel Kant sebagai seorang filusuf mengungkapkan bahwa moral
adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah
yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban manusia terhadap dirinya.
Artinya, Kant menegaskan kepada kita bahwa moralitas itu bisa tercapai apabila
kita mampu menaati hukum lahiriah bukan lantaran berdampak pada suatu
pertimbangan keuntungan atau karena takut kepada aparat penegak hukum,
melainkan manusia itu menyadari sendiri bahwa hokum itu merupakan kewajibannya
secara substantif.
Lebih jauh, Kant membedakan ajaran moral dalam dua bentuk :
moralitas heterenom dan moralitas otonom. Kedua moralitas ini mempunyai titik
tekanan yang berbeda dalam sudut pemikiran Kant dan implikasinya.
Pertama, moralitas heteronom adalah suatu sikap dalam memandang
kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan atas nama kewajiban itu sendiri,
melainkan karena sesuatu hal yang berasal dari luar kehendak manusia. Contoh,
karena ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai atau karena perasaan takut pada
penguasa yang memberikan kewajiban. Moralitas ini menurut Kant akan berdampak
pada hancurnya nilai‐nilai moral.
Kedua, moralitas otonom adalah kesadaran manusia akan kewajibannya
yang ia taati sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai
sesuatu yang baik. Bagi Kant, dalam moralitas otonom penekanan nilai‐nilai
moral bukan atas dasar “tujuan dan rasa takut” tetapi lebih kepada penilaian ia
sendiri sebagai sebagai seuatu azas kemerdekaan diri. Moralitas ini mapu
mencapai tingkat tertinggi suatu perbuatan atas dasar kebebasan berkehendak dan
berbuat sebagai makhluk rasional.
Jauh sebelum asumsi dan pemikiran Kant di atas, Al‐Qur’an
sudah lebih dulu menjelaskan bagaimana urgensi dan vitalnya pembicaraan
mengenai hukum dan moralitas kepada manusia sebagai berikut :
Orang orang menyembah kepadakau, selain Allah, melainkan (mereka
tentu berkata), jadilah kamu semua orang‐orang yang berketuhanan
(rabbaniyyin), menurut kitab yang telah kamu ajarkan dan berdasarkan apa yang
telah kamu pelajari.
Dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pemikiran bahwa
sebenarnya makna kata “hukum” dalam tinjauan tentang makna kata asalnya dalam
bahasa Arab “hukum”, adalah lebih luas daripada yang biasa kita pahami dalam
percakapan sehari‐hari. Dalam hal ini, pengertian hukum tidak lepas dari kedalaman
dan keluasan makna perkataan Arab “hukum” dan “hikmah” yang mengarah pada
pengertian “wisdom” (Inggris). Bahkan perkataan hukum itu sendiri digunakan
dalam pengertian ajaran secara keseluruhan dalam kehidupan manusia yang
sesungguhnya.
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN
ILMU LAINNYA
A. ILMU JIWA
Ilmu jiwa atau psikologi sangat berkatian dengan ilmu akhlak. Ilmu
jiwa sasarannya mengungkapkan peranan dalam perilaku manusia. Dalam hal ini
yaitu suara hati(dhamir), kemauan(iradah), daya(ingatan), hafalah dan
pengertian serta kecenderungankecenderungan manusia. Semua hal diatas adalah
cakupan dan ruang lingkup ilmu jiwa yang menggerakan manusia untuk berbuat
sesuatu.
B. ILMU LOGIKA
Secara filosofis ilmu logika termasuk hal fundamental dalam kaidah‐kaidah
berfikir secara benar. Ilmu logika disebut juga ilmu mathiq yaitu pengetahuan
yang menjelaskan tentang kaidah‐kaidah dan undang‐undang berpikir manusia secara benar.
Ada 2 argumentasi keterkaitan antara ilmu akhlak dengan logika :
1. Sama‐sama sebagai penimbang. Ilmu akhlak bagaimana merumuskan
aturanaturan manusia berperilaku, sedangkan ilmu logika merumuskan bagimana
manusia harus berpikir sesuai perilaku tersebut.
2. Sama‐sama membahas dan meneliti manusia dari segi kejiwaan. Ilmu akhlak
memandang dari segi tingkah lakunya sedangkan ilmu logika melihat dari sisi
berfikirnya.
C. ILMU ESTETIKA
Estetika sangat berperan penting dalam perilaku manusia. Secara
bahasa estetika dikatakan sebagai ilmu yang membicarakan tentang sesuatu keindahan.
Keindahan dalam arti substansi maupun keindahan normatif. Keindahan substantif
adalah keindahan yang berdasarkan perilaku yang paling dalam dalam kejiwaan
manusia, sedangkan keindahan normatif adalah suatu keindahan lebih kepada
“kulit” saja tetapi mengabaikan makna yang mendasar dalam perilaku manusia.
Artinya, estetika lebih menekankan titik “kenikmatan” daripada sekitar menikmati objek sesuatu.
D. ILMU SOSIOLOGI
Cakupan ilmu sosiologi lebih memfokuskan kepada nilai‐nilai
sosial. Jika kita lihat secara bahasa bahwa sosiologi berasal dari dua padanan
kata yaitu “socius” (kawan) dan “logos” (ilmu pengetahuan). Dalam pemahaman
saya sebenarnya sosiologi suatu ilmu bagaimana seseorang mampu beradaptasi,
bersosialisasi, dan membaur dalam bermasyarakat dengan prinsip‐prinsip
kebersamaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pemikiran Ahmad Amin mengatakan bahwa antara ilmu akhlak dengan
sosiologi sangat erat sekali dalam segi pemanfaatan. Artinya, perbuatan dan
tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak dan kemauan tidak bisa lepas
begitu saja dari unsur‐unsur kajian kehidupan bermasyarakat yang menjadi kajian ilmu sosiologi.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK
A. PERASAAN AKHLAK
Secara bahasa istilah “perasaan” menekankan suatu kekuatan
bagaimana seseorang dapat mengetahui suatu perilakunya apakah sudah berakhlak
atau tidak. Argumentasinya barangkali sederhana saja bahwa perilaku atau
tindakan itu pada saat‐saat tertentu dianggap tepat dan baik tetapi pada waktu lain bisa
saja dianggap tidak tepat dan sebagainya.
B. MOTIVASI AKHLAK
Kata motivasi di sini lebih tepat saya sebut sebagai daya
pendorong (stimulant). Maksudnya suatu kekuatan yang menjadi sumber kelakuan
akhlak(moral action). Setiap tindakan manusia pasti mempunyai pendorong. Hanya
saja tindakan manusia, aspeknya bersifat konkret dalam dalam bentuk tingkah
laku lahir manusia, tetapi “pendorong” tersembunyi dalam batin manusia tidak
dapat di nalar oleh indra lahiriah.
C. UKURAN DAN TUJUAN AKHLAK
Alat apa yang dipakai untuk mengukur atau mengatakan suatu
perilaku itu bisa kita katakan baik atau buruk. Barangkali inilah pertanyaannya
untuk menggali makna ukuran akhlak tersebut. Para ahli piker meletakkan sebagai
alat penimbang perbuatan pada factor yang ada dalam diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana ulama juga berpendapat sebaliknya bahwa yang dapat mengukur atau
menimbang perbuatan manusia adalah faktor‐faktor yang datang dari luar
diri manusia. Jika kita persempit maknanya ada dua indicator penilaian yaitu akal
dan budaya yang sudah berkembang dalam suatu masyarakat.
PERANAN AKHLAK DALAM DUNIA
MODERN
Dalam konteks pemikiran keIndonesiaan masalah akhlak (moral dan
etika) ini terasa menjadi sangat penting dan mendesak serta relevan untuk
diperbincangkan. Hal ini dapat kita tinjau dari berbagai perspektif pemikiran.
Pertama, masyarakat Indonesia hidup dalam suatu komunitas masyarakat
yang sangat pluralistik sehingga kesatuan tatanan normatif nyaris hilang di
permukaan. Kita sering berhadapan dengan sekian banyak pandangan moralitas yang
sering bertentangan satu sama lain. Sebuah moralitas yang ditawarkan oleh
berbagai konsep dan
paham pemikiran maupun kebiasaan yang muncul di mass media
misalnya.
Kedua, manusia pada zaman kini dihadapkan pada masa transformasi
masyarakat yang luar biasa, suatu perubahan yang terjadi akibat hantaman
gelombang modernisasi yang secara tidak terelakkan memunculkan rasionalisme,
individualisme, sekularisme, materialisme, konsumerisme, pluralitas religius,
dan sistem pendidikan yang telah mengubah budaya dan perilaku manusia banyak
berubah.
Ada tiga hal yang menonjol dalam kehidupan modern berkaitan dengan
akhlak :
Pertama, munculnya fenomena pluralisme moral. Buktinya adalah
manusia hidup dalam era komunikasi. Artinya melalui “alat canggih” ini media
komunikasi modern informasi bisa “memperkosa” dan “menjajah” sekat‐sekat
rumah‐rumah kita sehingga dapat cepat menyebar dan terbuka di muka umum.
Dalam hal ini perkembangan mutakhir dewasa ini adalah dunia internet. Dampaknya
adalah suka atau tidak suka, setuju atau tidak, mau atau tidak mau kita
“dipaksa” untuk introduction dan sebagai preface kehidupan kita dalam hal norma
dan nilai dari masyarakat lain meskipun tidak selalu “seiring sejalan” dengan
norma dan nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat kita sendiri.
Kedua, munculnya fenomena masalah akhlak/etika baru yang tidak
terduga sebelumnya. Fenomena ini juga disebabkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, secara spesifik ilmu‐ilmu biomedis. Sebagai bahan
pertanyaan kita adalah apa yang dapat kita pahami tentang manipulasi genetis
(gen‐gen manusia), atau apa yang kita maksud dengan reproduksi
artifisial dan sebagainya.
Ketiga, fenomena dunia modern tampak semakin jelas sebagai gejala‐gejala
etika yang bersifat universal. Artinya, dampak globalisasi tidak saja merupakan
gejala bidang ekonomi tapi juga merambah bidang moral. Lebih penting adalah
munculnya suatu kesadaran moral universal yang tidak teorganisir tetapi
terlihat di mana‐mana. Oleh karena itu, kesadaran moral universal ini menyadarkan
kita untuk menggali lebih dalam lagi tentang makna dan eksistensi etika itu
sendiri
Pembentukan Akhlak
Pandangan
tentang eksistensi akhlak Terdapat dua aliran tentang akhlak manusia, apakah
akhlak itu dibentuk atau bawaan sejak lahir.
· Akhlak
adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Jadi akhlak adalah
pembawaan manusia, yaitu kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya.
· Akhlak
tumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah).
. Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan atau pembinaan yang sungguh-sungguh.
Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah).
1 Metode
Pembentukan Akhlak
Ø Dalam
Islam pembentukan akhlak dilakukan secara integrated, melalui rukun iman dan
rukun Islam. Ibadah dalam Islam menjadi sarana pembinaan akhlak.
Ø Cara
lain adalah melalui: pembiasaan, keteladanan, dan instropeksi.
Ø Faktor
Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak :
a. Aliran
Nativisme: potensi batin dangat dominant dalam pembinaan akhlak. Potensi
tersebut adalah pembawaan yang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal, dan
lain-ain.
b. Aliran
Empiris: lingkungan social, termasuk pendidikan merupakan factor penting dalam
pembinaan akhlak.
c. Aliran
Konvergensi: pembinaan akhlak dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan
factor eksternal (lingkungan).
d. Penerapan
Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari
· Akhlak kepada Pencipta
Salah satu
perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada Pencipta adalah Taubat.
Taubat secara bahasa berarti kembali pada kebenaran.Secara istilah adalah
meninggalkan sifat dan kelakuan yang tidak baik,salah atau dosa dengan penuh
penyesalan dan berniat serta berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang
serupa.Dengan kata lain,taubat mengandung arti kembali kepada sikap,perbuatan
atau pendirian yang baik dan benar serta menyesali perbuatan dosa yang sudah
terlanjur dikerjakan.
· Akhlak
terhadap Sesama
Setelah
mencermati kondisi realitas social tentunya tidak terlepas berbicara masalah
kehidupan.Masalah dan tujuan hidup adalah mempertahankan hidup untuk kehidupan
selanjutnya dan jalan mempertahankan hidup hanya dengan mengatasi masalah
hidup.Kehidupan sendiri tidak pernah membatasi hak ataupun kemerdekaan
seseorang untuk bebas berekspresi,berkarya.Kehidupan adalah saling
berketergantungan antara sesama makhluk dan dalam kehidupan pula kita tidak
terlepas dari aturan-aturan hidup baik bersumber dari norma kesepakatan ataupun
norma-norma agama,karena dengan norma hidup kita akan jauh lebih mewmahami apa
itu akhlak dalam hal ini adalah akhlak antara sesama manusia dan makhluk
lainnya.
Dalam akhlak
terhadap sesama dibedakan mnjadi dua macam :
1. Akhlak
kepada sesama muslim
Sebagai umat
pengikut Rasullulah tentunya jejak langkah beliau merupakan guru besar umat
Islam yang harus diketahui dan patut ditiru,karena kata rasululah yang di
nukilkan dalam sebuah hadist yang artinya “sesungguhnya aku di utus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak
yang terbentuk dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima
rangsangan dari keadaan social.Karena kondisi realitas social yang membentuk
hadirnya karakter seseorang untuk menggapai sebuah keadaan.Contohnya:ketika
kita ingin di hargai oleh orang lain,maka kewajiban kita juga harus menghargai
orang lain,menghormati orang yang lebih tua,menyayangi yang lebih
muda,menyantuni yang fakir karena hal itu merupakan cirri-ciri akhlak yang baik
dan terpuji.Contoh lain yang merupakan akhlak terpuji antar sesame muslim
adalah menjaga lisan dalam perkataan agar tidak membuat orang lain disekitar kita
tersinggung bahkan lebih menyakitkan lagi ketika kita berbicara hanya dengan
melalui bisikan halus ditalinga teman dihadapan teman-teman yang lain,karena
itu merupakan etika yang tidak sopan bahkan diharamkan dalam islam.
2. Akhlak
kepada sesama non muslim
Akhlak antara
sesama non muslim,inipun diajarkan dalam agama karena siapapun mereka,mereka
adalah makhluk Tuhan yang punya prinsip hidup dengan nilai-nilai
kemanusiaan.Namun sayangnya terkadang kita salah menafsirkan bahkan memvonis
siapa serta keberadaan mereka ini adalah kesalahan yang harus dirubah mumpung
ada waktu untuk perubahan diri.Karena hal ini tidak terlepas dari etika social
sebagai makhluk yang hidup social.Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan
nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bias dicampur adukkan hak
asasi kita dengan hak merdeka orang lain,apalagi masalah keyakinan yang
terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan social karena dalam
kehidupan ada namanya etika social. Berbicara masalah etika social adalah tidak
terlepas dari karakter kita dalam pergaulan hidup,berkarya hidup dan
lain-lain.Contohnya bagaimana kita menghargai apa yang menjadi keyakinan
mereka,ketika upacara keagamaan sedang berlangsung ,mereka hidup dalam
minoritas sekalipun.Memberi bantuan bila mereka terkena musibah atau lagi
membutuhkan karena hal ini akhlak yang baik dalam kehidupan non muslim.
KESIMPULAN
Setelah menelaah
dan memahami akhlak kepada sesama sebagai kesimpulannya adalah sesungguhnya
dalam kehidupan,kita tidak terlepas dari apa yang sudak ada dalam diri kita
sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak.Karena akhlak adalah salah
satu predikat tang disandang oleh manusia akhlak akan berjalan setelah manusia
itu sendiri berada dalam alam social.Baik dan buruknya akhlak kepada sesama
tergantung dari orang menjalani hidup,apakah membentuk karakternya dengan akal
atau dengan hati karena keduanya adalah sumber. Jadi kesimpulan akhlak antar
sesama yaitu sangat dianjurkan selama apa yang dilakukan punya nilai ibadah .
Dengan demikian
orang yang berakal dan beriman wajib untuk mengerahkan segala kemampuannya
untuk meluruskan akhlaknya dan berperilaku dengan perilaku yang dicintai Allah
SWT.Serta melaksanakan maksud dan tujuan dari terutusnya baginda Rasullulah SAW
yang bersabda:
“Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk menyempurnakan Akhlak”. Dari penjelasan ini menunjukkan
bahwa: kesempurnaan akhlak yang hanya untuk itu Rasullulah diutus,merupakan
ukuran baik dan tidaknya seseorang baik di dunia ini atau di akhirat nanti.Oleh
karena itu wajib bagi setiap kaum muslimin agar budi pekertinya.Baik kepada
dirinya,keluarga,dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Akhlak
Nata, Abuddin.
2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://perbedaan
ilmu akhlak dengan ilmu lainnya.html
http://hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu lain.html
http://hubungan
ilmu jiwa dengan ilmu pendidikan.html
Idrus, Junaidi.
2013, Pengantar Studi Agama, Yogyakarta, Empati Presss
0 comments :
Formulir Kontak
Popular Posts
-
PANCASILA SEBAGAI KEPRIBADIAN BANGSA INDONESIA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh: Iwan Susanto MAKALAH ...
-
Kiyoshi Sakurazuka memang cantik, tapi benarkah dia pria? Coba kita jawab pertanyaan berikut ini: Dari mana kita tau dia itu cowok/pr...
-
Siapa aku ... Siapa kau., Kau pandang aku sbagai apa.. Pernahkah hatimu tersirat tentangku disini?, Tidak... Memangnya aku siapa ...
-
MEMBUMIKAN AKHLAK ISLAM MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA Kelompok 4 Dosen : Junaidi Idrus, S.Ag., M.Hum ...
-
*Nama Lengkap: Iwan Susanto *Nama Panggilan: Iwan *Jenis Kelamin: Laki-laki *Golongan Darah: O (nol) *Agama: Islam *Tempat/Tanggal Lahi...
-
Bm F# Em Bm Sekian lama tak ku dengar, suaramu kekasih G A Dapat aku ras...
-
Saya mengenal AMIKOM waktu masih duduk di bangku SMP. Saat itu pandangan lingkungan saya tinggal terhadap AMIKOM memang sudah menganggap ...
-
"Kekuatan Huruf alif" Ya Allah, Limpahilah Rahmat dan Kesejahteraan ke atas Hakikat Rahmat Ketuhanan, mutiara...
-
Di kehidupan kita saat ini memang sudah tidak lepas dari TEKNOLOGI. memang tidak bisa dipungkiri bahwa Manusia tidak pernah puas akan apa...
-
Bismillahirrahmanirrahim.. Ujian adalah guru yang tidak berbicara, tetapi ia sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil apalagi ...
statistics
Google Plus
Facebook
Twitter
Share this Post
Blogger news
Blogroll
About
Contributors
Powered by Blogger.
Post a Comment